MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI PARA TERAPIS PEMULA
Pembahasan ini berlandaskan pengamatan dan pekerjaan penulis membimbing para calon konselor dan perjuangan penulis sendiri ketika mulai menjalalnkan praktek psikologi konseling. Usaha penulis adalah mengenali masalah masalh utama yang oleh sebagian orang terapi atau konselor dihadapi pada tahap-tahap permulaan belajar menjadi terapis. Penulis menjadi sadar atas pengulanagan pola-pola pertanyaan. Konflik-konflik, dan masalah-masalah yang menyajikan bahan bahan bagi seminar dan pengalaman prktikum dalam konseling. Penulis yakin dabn bahwa masalah masalah yang berkaitan dengankonselor sebagai pribadi. Ketika konselor menyelesaikan kuliah formalnya dan mulai menghadapi klien, mereka dihadapkan pada pengujian atas kemampuan mereka mengintegrasikan dan menerpkan apa yang telah dipelajari. mereka segera menyadari bahwa yang dimiliki mereka dapat digunakan dalam pekerjaan mereka adalah mereka diri sendiri melalui pengalama pengalaman hidup, nilai-nilai dan kemanusiaan mereka pada titik ini muncul kekawatiran yang menyangkut kelayakan mereka sebagai terpis dan sebagai pribadi serta mengenai apa yang bisa dibawah diri mereka sendiri ke dalam hubungan konseling.
Kita tidak akan berhasil menangani setiap klien
Kita tidak bisa mengharapkan untuk berhasil dalam menangani setiap klien. Bahkan para terapis yang berpengalamanpun suatu ssat menjadi muram dan mulai meragukan nilai mereka sendiri ketika mereka dipaksa untuk mengetahui bahwa ada klien-klien yang tidak bisa diajak untuk membangun hubungan, atau kurang bisa dijangkau. Jujurlah kepada diri Anda sendiri dan kepada klien-klien bahwa Anda tidak bisa menjalankan terapi secara berhasil terhadap setiap orang. Anda boleh jadi perlu menunjukkan kepada terapis-terapis lain, dan Anda bisa sering mengatakan pada klien Anda bahwa Anda tidak bisa mengani mereka. Penulis yakin bahwa kita brertindak merugikan calon klien jika kita menerima dia padahal kita tidak ingin bekerja menanganinya. Gambaran tentang terapis yang altruis, tidak mementingkan diri sendiri, dan tidak pilih bulu adalah satu hal yang harus disingkirkan. Lambat laun klien yang tidak diinginkan itu akan merasa bahwa kita tidak mau (atau tidak bisa) mengani dia, dan dia mungkin akan akan mengembangkan perasaan dendam yang digeneralisasikan kepada segenap terapi dan para terapis berdasarkan pertemuaannya dengan ketidakjujuran kita. Bagaimanapun, penulis tidak mengatakan bahwa kita harus menolak setiap calon klien yang terhadapinya kita mengalami perasan negatif, sebab dalam beberapa kasus kita bisa memperoleh manfaat dari menghadapi dinamika-dinamika internal kita sendiri yang telah mengarahkan kita kepada keyakinan bahwa kita tidak bisa bekerja menangani seorang klien tertentu.
Jujur kepada para klien
Salah satu ketakutan yang dimiliki oleh kebanyakan dari kita adalah ketakutan dalam menghadapi keterbatasan-keterbatasan sebagai terapis. Kita takut kehilangan respek klien jika kita mengatakan, “saya sesungguhnya merasa tidak bisa membantu dalam hal ini,” atau “saya tidak memiliki jenis informasi atau kecakapan untuk membantu Anda mengatasi masalah ini”. Dari umpan balik klien terbukti bahwa yang diharapkan adalah kejujuran, yang merupakan lawan dari usaha untuk berpura-pura kompeten. Terapis barangkali bukan hanya tidak akan kehilangan respek, melainkan bahwa bisa memperoleh respek klien dengan keterusterangannya mengakui keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Sebuah ilustrasi
SELAMAT DATANG
ERIL PUNYA
Sabtu, 15 Agustus 2009
HAMBATAN KONSELOR PEMULA
#
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar